Halo, gue balik lagi malam ini. Kali ini agak sedikit berat ya topik yang ingin gue tulis. haha belagu. ga ga, ini serius. gue pengen membahas sesuatu, yang mungkin agak sedikit tabu untuk dibicarakan bagi beberapa orang, yakni tentang PILIHAN HIDUP. Well, tulisan ini gue dedikasikan untuk adik kelas gue anak bahasa yang saat ini lagi duduk di bangku kelas 3 SMA, tapi ga terkecuali untuk semua orang yang tengah bingung apa sebenernya yang hendak mereka jalani dalam hidup mereka.
Hmm, lebih dipersempit, yang ingin gue bahas kali ini adalah tentang dunia perkuliahan. Ingin jadi apa gue saat besar nanti? Ingin ambil jurusan apa gue saat kuliah nanti? Apa kata orang-orang tentang pilihan yang gue ambil? Ya, pertanyaan semacam itu banyak berkecamuk di otak kita. Kita terlalu sibuk memikirkan hal-hal "nanti". Kalo gue ambil jurusan ini, NANTI jadi apa ya? Kalo gue ambil jurusan ini, NANTI kata orang apa ya? Kalo gue ambil jurusan ini, NANTI prospeknya bagus ga ya? NANTI gini NANTI gitu NANTI NANTI NANTI. Kita terlalu takut dengan kata NANTI sampai-sampai mengabaikan keinginan kecil yang sesungguhnya ada di hati kita. Keinginan kecil yang suatu saat NANTI bisa mengubah hidup kita. Ya guys, pertemuan gue hari ini dengan adik adik kelas gue tadi cukup membuka pikiran gue dan membulatkan tekat gue untuk menjadi inspirasi bagi orang-orang yang saat ini mungkin tengah kalut dengan apa yang hendak dia lakukan dalam hidup.
Baiklah, untuk mengawali topik ini, gue mau menanyakan kepada kalian semua, apa sih sebenernya motivasi yang kalian miliki semasa kalian hidup hingga detik ini? Coba pikirkan. Mau jadi orang kaya, mau jadi orang sukses, mau jadi orang baik, atau mau jadi apa? Kalo gue, maaf kalo kalian pikir gue naif atau apapun pendapat kalian, cuma jujur, motivasi yang gue punya sejak SMA kelas 2 masuk Bahasa hingga sekarang gue kuliah di Sastra Jerman UNPAD semester 3, cuma :
Gue pengen jadi yang terbaik dalam hal-hal yang udah gue pilih dalam hidup gue. Naif ya? Tapi buat gue, itu simpel. Tapi bermakna. Kenapa gue bilang motivasi ini baru timbul sejak SMA kelas 2 masuk Bahasa hingga sekarang? Karena, sejak gue memutuskan masuk Bahasa itulah awal dimulainya gue memutuskan segala sesuatu dalam hidup gue sendiri. Perjuangan gue masuk Bahasa ga berjalan lancar. Orang tua gue adalah orang-orang Sains. Begitu juga kakak gue, mengikuti jejak mereka. Bagi mereka, masuk IPA di kala SMA adalah hal yang terbaik karena itu akan membuat lo menjadi orang yang super hebat dan menang dalam berbagai bidang, termasuk memenangkan "pandangan orang lain" tentang lo. Mereka juga berpendapat, dengan masuk IPA akan lebih memudahkan lo masuk jurusan apapun yang lo mau di universitas karena lo bakal punya dasar-dasar yang lebih unggul dari orang lain. Tapi gue beda dari orang tua gue dan kakak gue. Gue terlahir sebagai anak perempuan yang memiliki keunggulan di bidang seni. Sejak kecil, gue ga tertarik sama matematika. Gue lebih tertarik sama Bahasa Indonesia. Daripada disuruh afalin perkalian, gue lebih milih afalin puisi Chairil Anwar. Saat masuk SMP, gue lebih tertarik untuk ngafalin dialog drama daripada disuruh bikin percobaan listrik yang bikin gue kesetrum. Masuk SMA, gue sampai pada puncak gue muak dengan pelajaran kimia dan fisika, dimana gue harus tidur jam 10 malam lalu bangun jam 2 pagi sama nyokap gue cuma buat belajar yang namanya Gerak Lurus dan Senyawa sampai jam 5 pagi demi mendapatkan angka minimal 70 di kertas ulangan gue. Sejak saat itu gue sadar, gue ga tertarik dengan pelajaran IPA dan IPS. Kenapa gue bilang gasuka IPS juga? Karena gue cuma pernah dapet angka 100 satu kali seumur hidup buat pelajaran akuntansi waktu ada tugas yang 'take home test' dan itupun DIBIKININ temen gue tugasnya. Hahaha. sisanya? jangan tanya! Gaada yang item. Bahkan di rapor pun nilai gue merah haha. Dari situ gue sadar, hidup gue adalah di Bahasa. Gue pengen belajar hal yang emang gue suka dari dulu, Puisi, cerpen, novel. Dari kecil gue udah tertarik sama puisi. Gue sering kirim puisi gue ke Kompas Anak dan dimuat antara 2 atau 3 kali. Padahal dulu gue bocah banget. Puisi gue dihargai 75ribu sama Kompas Anak. Gue juga sering kirim ke AMI, majalah anak2, dan gue dimuat hampir 5 kali dan selalu dapat hadiah agenda dari AMI yang sekarang masih gue simpan. Terus gue pernah menang lomba membuat puisi se-BSD juara 2 waktu kelas 6 SD. Di SMP, gue terkenal sebagai Disti yang suka baca puisi. Gue menang lomba puisi kolosal bareng temen2 gue. Tapi gue juga pernah kalah. Waktu pertama kalinya dikirim lomba puisi dan gue ga ngerti sama sekali caranya. Haha. It's okay lah, kalah itu bagian dari kemenangan kan? Hehe. Pas masuk SMA, ketertarikan gue dengan puisi perlahan memudar. Gue mulai nulis tentang kisah cinta remaja, mulai bikin novel, tapi ternyata gue sadar gue gasuka itu. Gue gabisa fokus sama satu jalan cerita. Gue lebih suka berdialog,berpidato, membawakan karya orang sampai menyentuh hati orang-orang yang mendengar. Gue lebih suka berekspresi langsung. Satu-satunya alasan gue masih bisa nulis blog ya karena di blog gue bisa ekspresiin apapun yang gue mau, dan yang bikin gue seneng ketika tulisan gue bisa menginspirasi orang lain :D Dan itu sebabnya gue suka banget main teater dan berharap someday bisa main kaya orang2 teater Koma. Yah, walau sekarang gue ga aktif teater lagi karena ada hal lain yang gue pengen fokus juga. Okay, trivial -_- Nah dari situ lah gue mulai memutuskan bahwa gue memang hidup di jalur seni. Itu sebabnya gue milih Bahasa. Tapi tetep, orang tua gue mengharap gue masuk IPA. Gapapa gue dapet nilai minimal yang penting gue IPA. Sedih ya? Tapi gue punya pikiran lain. Gue gamau hidup sia2. Harus ada yang gue lakuin buat bikin hidup gue bermakna dan berguna, at least buat gue sendiri. Gue gamau jadi yang terburuk dalam hal yang terbaik. Sejak itu gue putuskan, gue ambil jalan gue sendiri. Gue gamau kecewain orang tua gue, itu sebabnya gue berjuang keras buat bikin nilai IPA gue naik. Dalam hati gue emang pengen bikin bangga orang tua gue, cuma hati kecil gue gamau ngejalanin hal yang gue gasuka. Jadi pilihan satu2nya, jalanin semua dengan sebaik mungkin dan biarkan Tuhan yang nentuin. Akhirnya, penerimaan rapor semester 2 tiba dan gue dinyatakan lolos Bahasa dan IPS, tapi ga di IPA, karena nilai gue kurang nol koma berapaaa gitu dikit lagi buat masuk. Jujur, sedih banget liat ekspresi nyokap gue yang super kecewa. Gue ampe nangis minta maaf gabisa banggain dia. Dia cuma bilang 'mau diapain?' Dari kejadian itu, timbul tekat buat ga ngecewain orang tua gue lagi. Gue emang gagal masuk IPA, tapi gue ga bakal gagal di Bahasa. Dan gue buktiin. Gue emang bukan peringkat 3 besar di Bahasa, tapi nilai gue selalu punya angka di atas 80. Gue masuk Bahasa bukan berarti gue uda jago, ga sama sekali. Inggris gue ancur! Entah pengucapan, vocab, dan lain2. Tapi di Bahasa, rata2 temen gue Inggrisnya bagus. Cara pengucapannya uda kaya bule. Nulis curhatan pake Bahasa Inggris semua. Gue iri banget sama mereka. Tapi gue gamau kalah. Gue pake rasa iri itu buat ngejar semuanya. Gue perhatiin cara temen-temen gue ngomong, gue ikutin cara mereka baca novel Inggris dan nonton DVD pake subtitle Inggris. Sampai akhirnya sekarang gue uda bisa nulis cerita dalam Bahasa Inggris dan bisa ngajarin grammar ke adiknya temen gue sampai dia tembus SMA yang dia mau dengan nilai Bahasa Inggris A. See? Itu pembuktian janji gue ke orang tua dan diri gue sendiri. Pembuktian janji ke orang-orang yang anggap remeh gue. Di Bahasa pun, perjuangan gue sama temen2 gue sangat berat. Ga jarang kita denger gunjang gunjing, "ih anak bahasa sok eksklusif", "ih anak bahasa mau jadi apa deh gedenya" , sampai ada yang bilang "ha, jurusan Bahasa? Masih ada? Gue kira ga berprospek!" Gila ga tuh? Sakit hati banget banget banget. Kalo gue bisa bilang, kita bukan sok eksklusif. Kita emang deket karena kita solid. Kita selalu bareng karena emang kita gabisa dipisahin. Tapi bukan berarti kita gamau temenan sama yang lain. Gue punya sahabat2 anak IPA IPS kok. Sampai sekarang kalo gue balik ke BSD masih kumpul sama mereka. Kita juga masuk Bahasa bukan semata-mata "pengen masuk" gara2 gampang dan santai, kita masuk Bahasa dengan tujuan masing2 di hati yang orang ga akan pernah pikir kalo kami, anak Bahasa, punya pikiran sejauh itu. Dan Bahasa ga berprospek? Itu terserah Anda. Cuma satu yang mau gue tanya kalo lo adalah orang yang punya pikiran kaya gitu :
Lo lebih bangga jadi orang yang terbaik di jurusan yang dibilang 'ga berprospek' atau lo udah bangga banget jadi orang biasa yang ada di jurusan yang dibilang 'sangat berprospek' ? Kalo gue jadi lo, gue bakal milih yang pertama. Kenapa? Karena segaknya usaha dan semangat gue lebih besar dari kalian yang biasa2 aja. Dan gue uda belajar buat bikin hal 'ga berprospek' itu jadi hal 'sangat berprospek' dalam hidup gue. Dan itu nanti yang jadi nilai jual gue di kemudian hari. No offend loh ya :D
Nah kata2 gue itupun berlaku untuk dunia perkuliahan. Banyak orang yang berbondong2 masuk fakultas bergengsi cuma dengan alasan "prospek kerjanya bagus di kemudian hari". Lalu setelah mereka masuk fakultas itu, mereka dipuji2 banyak orang "wah hebat ya" dan mereka lantas bebas mengejek fakultas lain. Jujur, gue sangat menghargai keputusan tiap individu untuk memilih kemana mereka mau melangkah. Kalo lo mau masuk fakultas bergengsi karena memang niat lo disana dan lo punya tujuan yang lebih nantinya, it's okay. Gue doakan lo sukses. Tapi kalo lo masuk fakultas bergengsi cuma buat pamer dan nantinya ngejek ngejek orang di fakultas lain "AH lo masuk fakultas itu mau jadi apa? gaada prospek yang meyakinkan" sory,I'm feeling offended. Dengan masuk fakultas bergengsi bukan berarti lo jadi orang bergengsi. Dengan masuk fakultas bergengsi bukan berarti lo bakal jadi sukses dengan modal fakultas itu. Gue juga masuk salah satu fakultas yang kurang bergengsi, yang kalo orang denger, pikiran utama mereka cuma "mau jadi apa dah ni orang nanti". Ya, gue masuk fakultas Sastra. Sastra Jerman. Sejak gue masuk sampai gue masih bertahan dan temen2 gue banyak banget yang pengen keluar dengan alasan beban mental sama pandangan orang2 tentang mereka, gue masih bertanya2, kenapa orang2 ga pernah mencoba berpikir hal yang berbeda. Kenapa orang2 ga berusaha meninggalkan sejenak pernyataan orang lain dan memikirkan sebenernya apa yang mereka inginkan? Sekarang, apa bedanya lo dengan gue kalo lo masuk salah satu fakultas bergengsi hanya buat dipandang tinggi sama orang lain, tapi di fakultas itu sendiri lo ga punya kualitas yang tinggi setinggi fakultas lo? Sama aja kan, BUANGAN juga ujungnya. Saat gue milih Sastra Jerman, gue udah tau resiko yang bakal gue ambil. Dikatain, dianggap remeh, dianggap buangan. Tapi gue ga peduli. Kenapa? Karena gue uda tau tujuan hidup gue. Gue ingin menjalani hal-hal yang gue sukai, gue ga pengen hidup gue sia-sia. Gue pengen ubah pandangan orang tentang gue, yang tadinya
"Ah mau jadi apa lo kuliah Sastra Jerman" jadi
"Wah, gila! Udah jadi 'orang' aja lo sekarang lulus Sastra Jerman". Gue gamau menyibukkan diri gue dengan rasa malu diejek orang. Gue cukup membuktikan kalo gue bisa jauh lebih baik dari orang yang meremehkan gue. Setiap semester gue punya resolusi, tapi itu ga pernah terlepas dari gue pengen berguna untuk orang lain. Gue pengen ngubah pandangan orang tentang anak Sastra yang ga bakal jadi apa2. Itu sebabnya gue rela banget capek2an ngajarin temen2 gue kalo mereka minta belajar, gue cuma pengen mereka dapat nilai bagus kalo perlu sama kaya gue. Gue pengen mereka merasa bahwa dirinya juga bisa membuktikan bahwa mereka punya kualitas dan tanggung jawab dalam keputusan yang mereka ambil. Kalo dulu gue bilang pekerjaan guru itu adalah hal yang gue ga pengen banget, sekarang gue harus akui kalo pekerjaan guru mungkin suatu saat jadi pilihan utama gue dalam hidup. Guru itu ga pernah kehabisan ilmu, karena mereka selalu ngulang ilmu mereka untuk orang. Dan ketika kita lihat orang yang kita ajar berhasil, ada kepuasan tersendiri dalam hati kita. Itu yang gue rasa selama ini. Dan sejauh ini gue ga pernah menyesal dengan keputusan yang gue ambil. Gue justru bangga dengan diri gue untuk berani ambil langkah 'beda'.
Ga lupa juga, tadi salah satu adek kelas gue nanya ke gue "Kak, kalo masuk fakultas Sastra, prospek ke depannya apa ya? Kerjanya jadi apa?" Hehe, gue ngedengernya cuma ketawa. Jujur, gue pun gatau bakal jadi apa nantinya. Apa gue bakal jadi pengajar, atau mungkin malah aktivis? -_- I don't even have any idea. Tapi kenapa harus dipikirin dari sekarang? Well, gue ga salahin adik kelas gue mikir gitu, karena gue juga sempet ada di posisi dia. Gue sibuk mikirin mau jadi apa sampai akhirnya gue menetapkan, gue mau jadi wanita yang kerja di kantoran,bergaya super keren pake highweist sama heels, keluar dari mobil sedan terus full of make up dan selalu cantik. Itu cita-cita gue, dulu. Jauh sebelum gue masuk Sastra Jerman. Cuma begitu masuk Sastra Jerman, gue jadi bingung sebenernya mau jadi apa? BUKAN karena lowongan kerja bagi anak Sastra itu dikit, BUKAN JUGA karena anak Sastra itu juga cemen gabakal bisa dapet kerja yang bagus, tapi karena GUE bingung terlalu banyak hal yang gue pengen buat lakuin. Inget guys, kuliah itu bukan main main. Kuliah itu adalah titik puncak dimana lo menentukan jalan hidup lo. Lo habiskan waktu 4 tahun kalo buat hal yang lo ga suka atau hanya sekedar suka, sia-sia. Rasa suka doang ga akan cukup untuk membuat hidup lo bermakna. Lo butuh rasa cinta dalam setiap hal yang lo jalani. Rasa cinta dalam menjalani kuliah lo, rasa cinta dalam menjalani pekerjaan lo, rasa cinta dalam menjalani kesusahan hal-hal pilihan lo. Dengan lo mencintai setiap hal dalam hidup lo, lo belajar mencintai diri lo sendiri. Dan ketika lo jalani semua dengan cinta, lo bakal ngeliat hal-hal baru dalam hidup lo, lo bakal ngeliat sisi lain dari diri lo, lo bakal ngeliat siapa lo sebenernya. Lo bakal kenal diri lo lebih dari siapapun ngenal lo, dan itu bisa ngerubah semua cita-cita lo hanya dalam hitungan detik. Ketika lo menemukan titik dimana lo sangat menikmati hidup lo ketika melakukan itu, lo bakal nanyain lagi "apa bener gue mau jadi sesorang yang dulu gue impikan?" bisa jadi jawaban lo berubah atau tetap seperti dulu. Apapun jawabannya, lakukan hal yang terbaik untuk mencapai itu. Bikin resolusi dalam hidup lo. Jangan pikirin NANTI. Nanti itu bisa berubah, kan belum tentu lo hidup sampai NANTI itu dateng kan? Pikirin sekarang. Apa yang bisa lo lakuin hari ini, lakuin! Selalu ingat, jadi yang terbaik untuk diri lo sendiri, apapun itu, apapun kata orang tentang lo. Orang lain ga bakal nentuin hidup lo. Lo yang putuskan, lo yang jalankan, lo yang pertanggungjawabkan. Percaya deh, masalah rejeki, Tuhan udah siapin rejeki tiap orang, tinggal gimana orang ngeraihnya. Semakin baik, semakin lancar. Dan apapun yang terjadi untuk hidup lo, entah baik atau buruk, percaya bahwa selalu ada tujuan di balik setiap kejadian. Tinggal kembali ke lo, mau lihat itu dari sisi positif atau negatif? It's all up to you guys :)
Okay, akhir kata, gue cuma pengen ambil kesimpulan dari ini semua.
Jangan menjadi orang yang terlalu memikirkan masa depan. Jadilah orang yang memikirkan masa sekarang sehingga kita bisa menjadi orang yang terbaik untuk masa depan. Selalu jadi orang yang berpikiran positif meski dalam kondisi negatif. Tuhan punya rencana. Selama kita yakin yang kita jalani adalah rencana Tuhan, semua akan baik-baik saja :D
hoping it will inspire you, guys! Keep fighting!
Cheers :)